IBU
Hadirkan dalam benak kita, seorang perempuan yang dengan susah payah
tengah melahirkan bayi yang dikandungnya. Rasa sakit yang tak mampu
terucap lewat kalimat, rintihan tangis menahan kepedihan menanggung
beban yang tak ringan dalam perutnya yang hingga 9 bulan ia bawa
kemana-mana, harap dan cemas yang selalu terasakan dalam jiwa yang
dengannya ia hanya mampu bersandar kepada pencipta dirinya dan yang Maha
Kuasa menentukan segalanya…terus hadirkan bayangan itu dalam benak
kita…ketika bayi yang dikandungnya benar-benar lahir dengan selamat
disertai tangis saat keluar menghirup udara dunia, perempuan itu
tersenyum lebar seolah lenyap rasa sakit, pedih dan perih yang baru saja
ia rasakan…berganti kebahagiaan yang tak terkatakan. Kelelahan badan
tidak ia rasakan meski butiran keringat memenuhi sekujur tubuh dan
wajahnya yang tampak letih. Air mata kebahagiaan mengalir di kedua
pipinya sambil terus saja ia menciumi buah hatinya yang baru beberapa
saat lahir dari perutnya. Siapakah perempuan itu? Dia adalah ibu kita.
Ya, ibu kita…sosok tegar namun penuh kasih sayang yang telah melahirkan
kita. Ibu yang dengan kasih sayangnya mengasuh, merawat dan membesarkan
kita. Ibu yang dengan segenap cintanya yang tulus telah mendidik diri
kita. Pengorbanan yang luar biasa telah ia lakukan, peluh dan keringat
seolah hampir habis tertumpah demi membahagiakan kita, tidak jarang air
mata tak tertahankan keluar menetes membasahi pipinya saat kita sakit
dan menderita.
Ia tak pernah rela kita mengalami kesusahan, ia
ikut merasakan kesedihan saat kita berteman dengan penderitaan, ia isi
hati dan fikirannya untuk kebahagiaan anaknya, kita. Lalu, apa yang
sudah kita lakukan untuk ibu kita? Balasan apa yang sudah kita
persembahkan untuk perempuan mulia itu? Kalimat apa yang terucap lewat
lisan kita saat kita dipanggil dan diminta bantuan olehnya? Manakah yang
lebih mengemuka dari sikap kita kepada ibu yang telah entah berapa lama
mencurahkan kasih sayangnya kepada kita itu? Ada baiknya kita renungi
dalam-dalam firman Allah swt berikut ini :
“Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman/31:14)
Ibu
memang sosok yang demikian dimuliakan oleh Islam. Al-Ummu madrasat
al-Ulaa liaulaadihaa (seorang Ibu adalah sekolah pertama bagi
anak-anaknya). Ungkapan ini saya kira tidak berlebihan mengingat dari
ibulah seorang anak pertama kali mendapatkan pelajaran kehidupan setelah
karunia hidayah naluri dan hidayah lainnya yang telah Allah berikan
kepadanya. Sepanjang perjalanan sejarah kemanusiaan, kita temukan ada
Aminah ibunda Muhammad saw, Bunda Khadijah yang penyayang kepada
anak-anaknya buah hatinya bersama Rasul Muhammad saw, semua Ummul
Mu’minin (istri-istri Nabi saw), ada juga Hajar ibunda Ismail yang
memiliki ketegaran luar biasa. Ibadah haji mengabadikan ketegaran Hajar
ibunda Ismail yakni sa’I berlari-lari dari shawa ke marwah untuk
mendapatkan air kehidupan bagi putra tercintanya. Di tengah gurun pasir
yang gersang ia lakukan hal ini, bolak-balik tujuh kali dari shafa ke
marwah tanpa ia pedulikan kelelahan tubuhnya hingga akhirnya air itu pun
memancar dan yang kemudian mewujud adalah peradaban kemanusiaan dan
bahkan seluruh manusia setiap tahun berbondong-bondong ke tempat itu
dimana ia telah bersusah payah mencari air kehidupan bagi anaknya dan
kemudian berkahnya kehidupan peradaban manusia dengan ibadah dan
ketundukan kepada Allah swt dalam rangkaian ibadah haji. Hajar ibunda
Ismail juga tampak demikian teguh pendirian dengan kekokohan imannya
ketika sang suami, Ibrahim as, meninggalkannya karena perintah Allah
swt. Ia berusaha meyakinkan dengan bertanya kepada Ibrahim : apakah ini
perintah Allah? Ibrahim dengan perasaan sedih tak tertahankan karena
harus meninggalkan istri dan anaknya tercinta di tengah gurun pasir yang
gersang dengan sengatan panas tak terkirakan, memberikan jawaban : Ya,
ini adalah perintah Allah swt. Apa yang kemudian dikatakan oleh Hajar
ibunda Ismail?
“Kalau memang ini adalah perintah Allah,
tinggalkan aku bersama Ismail di sini. Semoga Allah memberikan
petunjukNya kepadaku.” Ah, gambaran apalagi yang bisa kita berikan untuk
menunjukkan ketegaran semacam ini?
Iman kita kepada Allah harus
terbuktikan, diantaranya, dengan kesungguhan bakti kita kepada orang tua
terutama kepada Ibu. Suatu ketika seorang shahabat bertanya kepada
Rasulullah saw, “Ya Rasulallah, siapakah yang harus aku pergauli dengan
baik di kehidupan dunia ini? Beliau saw menjawab, “Ibumu.” Shahabat itu
bertanya lagi, “Lalu setelah itu, siapa lagi ya Rasulallah?” Jawan
Rasulullah saw, “Ibumu.” dua kali sudah Rasulullah saw memberikan
jawaban yang sama. Untuk ketiga kalinya, shahabat tersebut bertanya
lagi, “Kemudian siapa lagi, ya Rasulallah?” Apa jawaban Rasulullah saw?
Untuk pertanyaan yang ketiga ini pun Rasulullah saw tetap memberikan
jawaban yang sama : “Ibumu.” Baru pada pertanyaan yang keempat ketika
shahabat tadi masih juga bertanya, “Lalu siapa lagi ya Rasulallah?”
Beliau saw kemudian baru memberikan jawaban : “Bapakmu.
Setelah
semua demikian jelas di hadapan kita dari petunjuk Allah dan RasulNya,
lalu pertanyaan renungan yang tampaknya mesti kita jawab adalah : apakah
yang sudah kita lakukan sebagai bakti kita kepada kedua orang tua kita?
Bakti kita kepada Ibu kita? Masihkah kita terus-terusan membebani
kehidupan beliau berdua? Apa yang sudah kita upayakan untuk
membahagiakan ibu kita? Sungguh, keridloan keduanya adalah ekspresi
nyata keridloan Allah swt.
Demikian pula, kemurkaannya adalah
cermin nyata kemurkaan Allah swt kepada kita. Meskipun memang bakti kita
kepada orang tua tidak membabi buta. Tetap ada batasan, yakni sepanjang
dalam kerangka ketaatan kepada Allah swt. Sehingga jika yang mereka
perintahkan kepada kita adalah kemaksiatan atau kakafiran, maka tidak
ada ketaatan yang perlu kita lakukan
“Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan
kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman/31:15)
Ibu
adalah perempuan mulia yang harus kita muliakan. Sebab ia menjadi
perantara keberadaan kita di dunia, pendidik pertama kita tentang
kehidupan, curahan kasih sayangnya tak ternilai oleh kebaikan apapun
yang telah kita lakukan untuknya, cintanya kepada kita tanpa pamrih, doa
dan harapannya selalu dipanjatkan untuk kebahagiaan hidup kita.
Barangkali ibu kita sedang tidak bersama kita, namun jiwanya senantiasa
ia isi dengan kehadiran diri kita anaknya ini. Bisa jadi kita sedemikian
durhaka dan bersikap kasar kepadanya, namun ibu tak mampu menghilangkan
kasih sayangnya kepada kita. Perlakuan apapun seorang anak kepada
ibunya, ibu itu tetap menyayanginya. Tak kan terhapus cinta tulusnya
kepada anaknya. Tengah malam ia tengadahkan kedua tangannya ke langit,
lalu untaian doa demikian indah ia susun lewat lisannya yang ia minta
adalah keselamatan dan kebahagiaan buat buah hatinya tercinta. Tangis
yang pecah di tengah senyapnya malam adalah ketika ia ingat dan rindu
kepada anaknya yang sedang tidak berada di sisinya. Lisannya tak pernah
kering dari dzikir dan munajat penuh ketulusan yang ia sampaikan kepada
penguasa alam , penggenggam segala urusan, penentu segala sesuatu :
Allah swt. Ibu adalah sosok mulia yang penuh cinta dan kasih sayang
kepada anak-anaknya. Di akhir malam, ketika ia mulai beranjak ke
peraduan, tergambar dengan begitu jelas wajah anaknya. Lalu, air matanya
kembali menetes membasahi wajah tuanya. Di usia yang semakin renta, ia
hanya mengharap kebahagiaan anaknya dan doa ketulusan dari kita
kepadanya.
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh…Lewati rintangan demi aku anakmu…
Ibuku
sayang masih terus berjalan…Walau tapak kaki penuh darah penuh
nanah…Seperti udara kasih yang engkau berikan…Tak mampu ku
membalas…Ibu…Ibu… (Syair lagu “Ibu”, Iwan Fals)
(Ustadz Sigit Yulianta M.S.I)